Jumat, 02 November 2012

Ekspedisi Tanah Jawa Kalungan Wesi I (Day 2, SLO-YK-CP-CNP-CN)


Hari kedua ekspedisi TJKW I lebih banyak berlangsung di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Seperti sudah aku tulis di posting sebelumnya, di hari kedua ini aku berencana untuk mencoba KA-7049/7052/7051 Railbus Batara Kresna menyusuri jalanan di Jl. Slamet Riyadi Kota Solo untuk merasakan kembali salah satu trek aktif yang sepi ke Stasiun Sukoharjo (SKH). Meskipun aktif, trek ini dulunya hanya dilewati oleh KA Feeder tujuan Stasiun Wonogiri (WNG). Namun berdasarkan informasi yang beredar di forum komunitas Railfans Indonesia, saat ini Railbus dalam masa perbaikan sehingga perjalanannya dibatalkan. 

Suatu sudut Stasiun Solo Balapan (SLO), dari posisi ini kita bisa menyusup stasiun tanpa tiket :D

Karena sudah memperkirakan kemungkinan ini, aku pun telah menyusun dua rencana cadangan. Plan-B-nya adalah mengejar KA-203 Prambanan Ekspres jam 6:30 untuk menyusul KA-7151 Maguwo Ekspres jam 8:05 dari Stasiun Maguwo. Plan-B ini nggak kalah menantang, selain bisa hunting di Stasiun Maguwo (MGW), stasiun bandara pertama di Indonesia, aku berencana turun di Stasiun Purwokerto (PWT) atau Kroya (KYA) dan selanjutnya ngambing KA-81 Purwojaya ke tujuanku di Stasiun Cilacap (CP). 

Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) Madiun Jaya AC masuk SLO, terlambat sekitar 10 menit

Namun seperti informasi yang udah aku terima juga, baik KA-203 maupun KA-7151 sama-sama dibatalkan karena tidak adanya armada. Kabar terakhir yang aku terima, KA-7151 perjalanannya dibatalkan secara permanen, sebab armada yang telah selesai diperbaiki akhirnya digunakan untuk rangkaian KA Sriwedari relasi Solo-Yogyakarta. Kereta dengan kelas ekonomi-AC ini digunakan sebagai rangkaian penunjang KA Prameks yang banyak dibatalkan jadwalnya.

Stasiun Yogyakarta nan megah, salah satu stasiun berbentuk pulau, yaitu stasiun dengan bangunan utama diapit jalur-jalur rel KA

Akhirnya Plan-C yang aku ambil, dengan menggunakan rangkaian kereta buatan Indonesia, KA-223 Madiun Jaya AC yang dijadwalkan berangkat dari SLO jam 8:32 dengan tujuan akhir Stasiun Yogyakarta (YK). Telat sekitar 30 menit-an dari jadwal, KA-233 masuk YK sekitar jam 10:20. Nggak terlalu lama sih di Kota Gudeg ini, clingak-clinguk sebentar di Malioboro, beli kaos dua biji, satu buat si kecil :*, satu lagi buat aku pake sendiri (FYI, ekspedisi kali ini aku cuma bawa kaos dua biji :D). Perjalanan lanjut dengan nyebrang ke halte TransJogja, naik koridor 2B ke Terminal Giwangan.

Mejeng di salah satu spot wajib kaum narsismus

Mejeng lagi di halte TransJogja Terminal Giwangan sekitar jam 10:40 dan langsung menuju peron keberangkatan bus ke Cilacap

Pada plan-C, salah satu step alternatif yang harus aku lalui emang nggak menggunakan jalur kereta-api, sebab saat ini nggak ada jadwal KA lokal yang menghubungkan Yogyakarta dengan Cilacap setelah seluruh jadwal KA Maguwo Ekspres dibatalkan. Cuss ... pilihan aku jatuhkan ke armada Bus Patas Efisiensi yang berangkat tiap jam menuju Cilacap, alasannya simpel aja, dengan tarif yang "cuma" dua kali lipat dari bus ekonomi, aku nggak harus deg2an dengan waktu tempuh, karena aku harus tiba di Cilacap sebelum waktu keberangkatan KA-79 Purwojaya jam 18:30. Alasan lainnya, tentu saja aku ingin terbebas dari asap rokok. Cerita seputar Bus Efisiensi ini aku buat terpisah DI SINI

Armada Bus Patas Efisiensi Royal Class, dengan jadwal tertera pada jendela

Cukup beruntung, sepanjang perjalanan menuju Cilacap, jalan yang dilalui "Jeng Efi" melewati salah satu jalur KA yang saat ini tengah mati suri, yaitu jalur Kutoarjo (KTA) - Purworejo (PWR), yang keduanya termasuk di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Jalur ini sebenarnya sempat aktif hingga tahun 2010 dengan perjalanan 3x PP KA Feeder Purworejo menggunakan lokomotif lama BB200. Seiring dengan kondisi sang lokomotif yang rusak dan kondisi jalur rel yang mengkhawatirkan, akhirnya seluruh trip KA tersebut dibatalkan. Tidak seperti KA Feeder Wonogiri yang sempat aku nikmati sensasinya, Feeder Purworejo yang dalam perjalanannya menarik dua kereta ekonomi ini belum sempat aku rasakan.

Jalur kereta api Kutoarjo (KTA) - Purworejo (PWR); hidup segan, mati pun tak hendak

Tiba di Kota Cilacap, waktu masih menunjukkan pukul 15:50, lebih cepat 1 jam 10 menit dari perkiraanku. Waktu yang masih cukup panjang, ditambah perut yang baru terisi sepotong roti maryam di SLO dan sepotong roti kacang hijau dari "Jeng Efi", aku pun memutuskan untuk berburu kuliner khas Cilacap. Sembari Googling via gadget yang aku bawa, aku pun menyusuri Jl. Gatot Subroto yang menurut informasi ada penjual Soto Sokaraja yang terkenal, namun sayangnya tidak ada satu pun di antara penjual Soto Sokaraja yang buka. Hingga pada akhirnya aku menemukan sebuah depot menawarkan aneka sajian iga yang terletak bersebelahan dangan kantor cabang BCA dan kantor redaksi Radar Cilacap. Sekilas, aku memang pernah ingat ada sebuah warung di Bandung di daerah Itenas yang menjajakan aneka sajian iga dengan embel-embel "Khas Cilacap". 

Hmmm ... sajian penganan terbaik dalam dua hari perjalanan

Cukup menggoda, karena itulah aku akhirnya membelokkan langkahku, meskipun saat itu tidak ada pengunjung di warung tersebut. Aku sih maklum saja, di kota yang cukup sepi saat itu, siapa juga yang mau makan jam 4 sore. Awalnya aku ingin memesan Sup Iga Bakar yang menjadi sajian spesial depot itu, namun tak ingin batuk yang aku alami semakin menjadi, aku memilih Sup Iga Rebus yang menurutku lebih bersahabat dengan tenggorokanku. 18,000 rupiah untuk nasi + sup iga + segelas es jeruk, menurut aku cukup sepadan. Sore itu pun aku bersyukur dapat menikmati kuah kaldu yang cukup lezat, ditambah beberapa potong sayuran dan yang paling penting tekstur iga yang lembut sehingga tidak menyulitkan siapa pun untuk mengunyahnya.

Setelah puas menikmati makan sore, aku pun menuju jalan raya yang terletak tepat di depan depot, bermodal informasi ala kadarnya dari pemilik depot, aku pun mencegat angkot berwarna hijau mangkak yang rutenya melalui stasiun Cilacap, dan si sopir angkot pun membenarkan hal tersebut. Suasana Kota Cilacap sore itu benar-benar lengang, aku nggak tahu apakah biasanya memang seperti itu, yang jelas si sopir sepertinya juga tidak terlalu berminat ngetem untuk mencari lebih banyak penumpang, dengan tarif yang sama seperti tarif angkot di Malang, 2,500 rupiah, aku bagaikan mencarter taksi sendirian, dan waktu tempuh perjalanan menuju stasiun pun tidak sampai 10 menit.

Bangunan megah Stasiun Cilacap (CP)

Sekitar jam 5 sore, aku sudah berada di Stasiun Cilacap (CP), artinya masih ada waktu 1,5 jam sebelum keberangkatan KA-79 Purwojaya. Stasiun yang terletak pada ketinggian +5 meter di atas permukaan laut ini memiliki bangunan megah yang cukup khas dengan pilar-pilar raksasa. Namun sayangnya hanya ada satu KA komersial yang datang dan berangkat dari stasiun ini, yaitu KA Purwojaya relasi Cilacap (CP) - Jakarta Gambir (GMR) PP. Stasiun Cilacap yang berada di bawah naungan Daerah Operasi V Purwokerto ini juga melayani rangkaian kereta ketel avtur Pertamina. Hingga sekitar tahun 2010 sebenarnya juga ada rangkaian KA Feeder Logawa tujuan Jember, namun lagi-lagi karena ketiadaan armada lokomotif akhirnya rangkaian tersebut dibatalkan perjalanannya.

Dipo lokomotif mini CP, dengan sebuah turn-table aktif, beberapa lokomotif seri-D dan CC-20160 yang mengintip di ujung Dipo, siap menghela KA-79/82 menuju GMR

Waktu 1,5 jam yang ada akhirnya aku manfaatkan untuk berburu gambar di sekitar stasiun. Sebagai stasiun aktif yang sepi, pengamanan di Stasiun Cilacap memang tergolong longgar, para petugas di sini juga sangat ramah dan dekat dengan masyarakat sekitar yang tengah bermain-main di dalam stasiun, gerbang di samping kanan stasiun yang terbuka lebar bisa dimasuki siapa saja. Tidak mengherankan, sebab terdapat perkampungan di samping Dipo lokomotif mini yang bisa diakses dengan mudah. Setelah Maghrib, peron pun dibuka untuk proses boarding bagi calon penumpang KA Purwojaya, namun tampaknya hanya formalitas belaka, nyatanya nyaris seluruh penumpang sudah berada di dalam stasiun sejak peron belum dibuka. Menariknya, PPKA tak lupa mengingatkan penumpang untuk menunaikan sholat maghrib terlebih dahulu di mushola yang cukup bersih dan asri di bagian selatan stasiun.

18:25; KA-79 feat CC-20160 bersiap di jalur 2 Stasiun Cilacap (CP)

Tepat pada pukul 18:30, KA-79 yang ditarik lokomotif CC-20160 bergerak meninggalkan Stasiun Cilacap, yang menggelikan, seluruh posisi kursi sengaja dihadapkan terbalik dengan arah berjalannya KA, sebab nantinya posisi kereta dan lokomotif akan berbalik arah di Stasiun Kroya (KYA). Dalam perjalanannya, KA-79 berhenti sejenak di Stasiun Gumilir (GM), berjalan langsung melewati Stasiun Kasugihan (KH) yang merupakan stasiun percabangan dengan jalur kereta ke arah Bandung, berhenti sejenak di Maos (MA), sebelum akhirnya menjalani prosesi balik arah di KYA. Tepat pada waktunya 19:27 KA Purwojaya yang telah berganti nomor menjadi KA-82 bergerak ke arah Stasiun Gambir (GMR).

19:25; KA-82 feat CC-20160 bersiap di jalur 2 Stasiun Kroya (KYA)

Pukul 22:35, atau terlambat sekitar 18 menit dari jadwal, KA-82 masuk Stasiun Cirebon Prujakan (CNP), aku turun di sini untuk transfer KA-49/52 Harina dari Semarang Tawang (SMT) yang dijadwalkan berangkat dari Stasiun Cirebon (CN) pada pukul 1:20. Dari CNP ke CN sebenarnya ada jalur angkot, tapi malam itu aku memilih mengiyakan tawaran seorang tukang becak. Salah satu tujuanku malam itu adalah berburu kuliner Cirebon, Nasi Jamblang atau Empal Gentong. Tapi ada satu hal yang tidak aku perkirakan sebelumnya, malam itu adalah malam Jumat Kliwon, Pak Tukang Becak bercerita bahwa nyaris tidak ada penjual makanan yang buka malam itu, kalaupun ada hanya lalapan, nasi goreng dan semacamnya yang tentu saja nggak menarik minatku. Anti-klimaks, akhirnya aku memenuhi tuntutan perutku di sebuah warung bubur ayam yang terletak persis di depan stasiun Cirebon.

Stasiun Cirebon (CN), salah satu stasiun klasik berarsitektur menawan yang bentuk bangunannya tak berubah semenjak selesai dibangun pada tahun 1911, dikenal juga sebagai Stasiun Kejaksan

Di stasiun Cirebon (CN) aku langsung melakukan boarding dan masuk ke ruang tunggu eksekutif yang malam itu ternyata dipenuhi calon penumpang KA-42 Taksaka tujuan YK, KA-4 Argo Bromo Anggrek tujuan Surabaya Pasar Turi (SBI) dan KA-50 Harina tujuan SMT. Karena tidak kebagian tempat duduk, aku pun langsung menuju ruang mushola dan memutuskan untuk mandi dan berganti baju yang sudah kupakai sekitar 30 jam :D


Tepat pada waktunya, KA-49 tiba dan berangkat dari CN pada pukul 1:20 menuju Stasiun Bandung (BD). Karena sudah sangat capek, aku pun memutuskan untuk tidur selelap-lelapnya di dalam kereta hingga fajar menyingsing di timur Kota Bandung yang sudah sangat lama aku rindukan.

0 komentar: